Sunday 20 February 2011

Sedikit Cerita Sejarah TNI AU dan Desa Sambi Kecamatan Arut Utara

Tanggal 10 Oktober 1945 para pemimpin rakyat di Kalimantan berhasil membentuk Pemerintah Daerah yang merupakan bagian dari RI dan ber ibukota di Banjarmasin. Namun pada tanggal 24 Oktober 1945, tentara sekutu yang menduduki Kalimantan, menyerahkan Pemerintahan Sipil di Kalimantan kepada NICA ( Belanda ) hal ini yang menciptakan kemarahan rakyat Kalimantan Para pejuang mulai menyusun kekuatan untuk berjuang dan Pemerintah Pusat RI juga mengirimkan pasukan bersenjata namun selalu kandas karena blokade Belanda yang begitu ketat, akhirnya timbul gagasan dari Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Moh. Noer, pada bulan Juli 1947, beliau mengirimkan surat kepada Pimpinan AURI Komodor Udara R. Suryadarma agar KSAU menerjunkan pasukan payung yang terdiri dari putra-putra daerah Kalimantan untuk membantu perjuangan rakyat Kalimantan. KSAU sangat memperhatikan permintaan tersebut, maka ditunjuklah MBT untuk membentuk staf khusus guna menyusun pasukan payung, pasukan ini berada dibawah KSAU dan Mayor Udara Tjilik Riwut putra daerah Kalimantan diangkat sebagai Perwira Operasi.

Setelah melalui seleksi maka terpilihlah 13 orang yang siap diterjunkan ditambah dua orang PHB AURI, selama seminggu mereka dilatih teori dan praktek di daratan ( Ground Training ) kemudian mulai ditentukan pesawat yang digunakan untuk penerjunan rahasia itu adalah pesawat Dakota RI-002, pilotnya adalah Bob Freeberg, co pilot adalah Opsir Udara III Makmur Suhodo, jumping master adalah Opsir Muda Udara III Amir Hamzah, penunjuk jalan adalah Mayor Udara Tjilik Riwut dan Iskandar , bertindak sebagai Komandan. Setelah segala persiapan yang diperlukan dianggap selesai maka pada tanggal 17 Oktober 1947 waktu dini hari sekitar pukul 01.30 WIB mereka menerima briefing singkat dari KSAU.

Pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB mereka diterjunkan di Desa Sambi Kecamatan Arut Utara Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah dengan membawa perlengkapan secukupnya, dengan tujuan membantu perjuangan rakyat Kalimantan dengan membentuk dan menyusun satuan-satuan gerilya dipulau Kalimantan dan sumber kekuatan utama adalah suku Dayak Kalimantan. Mereka juga bertugas untuk membuka pemancar induk agar dapat terjalin hubungan telekomunikasi antara Kalimantan dengan Pulau Jawa, khususnya pemerintahan RI di Jogyakarta. Selain itu mereka juga mempunyai tugas lain yaitu membentuk dan menyempurnakan daerah pendaratan dan penerjunan untuk rencana operasi udara dikemudian hari.

Kemudian mereka menuju Sepanbiha tempat yang menjadi sasaran operasi, namun pada tanggal 23 Nopember 1947 mereka terjebak di suatu gubuk milik Kepala Desa Sambi maka terjadilah tembak menembak dengan tentara sekutu mengakibatkan 3 orang gugur dan yang lainnya dapat meloloskan diri namun akhirnya tertangkap juga oleh pihak belanda. Meskipun misi ini tidak dapat berhasil seperti yang direncanakan, tetapi nilai yang terkandung dalam kegiatan operasi tersebut sangat penting artinya karena merupakan satu misi operasi lintas udara yang pertama kali dilakukan. Tiga belas orang yang diterjunkan tersebut semula dapat bertahan dengan melakukan perang gerilya yang dibantu oleh rakyat setempat selama tiga puluh lima hari. Namun akhirnya tertangkap oleh musuh sehingga tiga diantaranya gugur sedangkan sisanya ditawan oleh belanda hingga awal tahun 1950. Peristiwa ini disamping merupakan misi operasi lintas udara (Linud) yang pertama bagi Angkatan Bersenjata kita sekaligus juga sebagai tonggak dimulainya kiprah TNI Angkatan Udara di Bumi Kalimantan. Dan untuk memperingati peristiwa yang bersejarah, serta pengorbanan tanpa pamrih dari para pahlawan kusuma bangsa tersebut maka pada setiap tanggal Tanggal 17 Oktober ditetapkan sebagai hari jadi Korps Komando Pasukan Gerak Cepat (KOPASGAT) yang sekarang menjadi Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara ( KORPASKHAS TNI AU ). (Hasil Copy Paste, Mohon ijin bagi yang punya hak cipta, bukan untuk kepentingan komersil hanya untuk pengetahun...peace......)

Thursday 4 March 2010

SEJARAH KERAJAAN KOTAWARINGIN




Menyusuri jejak-jejak sejarah Kerajaan Kotawaringin, terlebih dahulu kita harus mengetahui Kerajaan Banjar. Karena keturunan Raja Banjarlah yang mula pertama membangun Kerajaan Kotawaringin. Dengan kata lain pula bahwa Daerah Kerajaan Kotawaringin adalah dibawah kekuasaan Kerajaan Banjar pada mulanya.
"Sultan Musta'inbillah" Raja Kerajaan Banjar berputera empat orang dan seorang puteri masing-masing bernama :

1. Pangeran Adipati Tuha, ialah yang menjadi Raja di Kerajaan Banjar, bergelar Sultan Inayatullah.
2. Pangeran Adipati Anum
3. Pangeran Antasari ( Pahlawan Nasional )
4. Pangeran Adipati Anta Kusuma
5. Puteri Ratu Aju.

Karena masing-masing Putra Mahkota berminat untuk menjadi Sultan memegang tampak pimpinan kerajaan, membuat sang Ayah harus berpikir bijaksana.

Putera Mahkota yang berminat untuk menjadi Sultan, sedangkan dia bukan seorang putra tertua, maka diputuskan agar mencari wilayah baru untuk mendirikan kerajaan sendiri.

Pangeran Adipati Antakusuma yang memiliki keberanian dan semangat yang tinggi untuk menjadi seorang pimpinan, telah bertekad untuk pergi meninggalkan Kerajaan Banjar dengan tujuan kearah Barat untuk mencari tempat dimana akan didirikan kerajaan baru.

Dengan restu Ramanda dan Ibunda serta Pejabat-pejabat Kerajaan Banjar, Pangeran Adipati Antakusuma beserta sejumlah pengawal dan beberapa perangkat peralatan kerajaan dengan perahu layar bertolak menuju arah Barat.

Dalam perjalanan banyak tempat yang disinggahi antara lain Teluk Sebangau, Pagatan Mendawai, Sampit dan Pambuang.
Diriwayatkan bahwa tempat-tempat yang disinggahi mempunyai cerita sendiri.

Pada saat singgah di Teluk Sebangau, setelah beberapa hari berada disitu, terasa masih terlalu dekat, seakan masih terdengar hiruk pikuk Kerajaan Banjar atau menurut bahasa Banjar Ingauan Banjar masih kedengaran, sehingga akhirnya diputuskan untuk meninggalkan tempat tersebut dan akhirnya tempat itu diberi nama Sebangau.

Dalam perjalanan selanjutnya bahtera Pangeran Adipati singgah di Pagatan Mendawai. Ditempat inipun Pangeran Adipati dan rombongan merasa kurang yakin akan kondisi alam sekitarnya untuk dijadikan tempat mendirikan kerajaan.
Karena merasa kurang yakin (dalam bahasa Banjar Hawai) maka daerah tersebut diberi nama Mendawai.
Begitu pula saat singgah di muara sungai Sampit, karena dengan terasa sempit dan tidak cocok untuk tempat didirikan kerajaan, maka ditinggalkan lagi dan akhirnya tempat tersebut bernama Sampit.
Bahtera Pangeran Adipati berlayar terus meninggalkan kearah Barat dan akhirnya singgah di Kuala Pembuang.

Pada saat itu ada masyarakat disana, tetapi kehadiran Pangeran Adipati Antakusuma dan rombongan yang bermaksud untuk mendirikan kerajaan baru ditolak oleh masyarakat disana, karena mereka masih suka dipimpin oleh kerajaan Banjar.
Dengan semangat yang tinggi tanpa putus asa rombongan berusaha melanjutkan perjalanan, kali ini perjalanan tidak lagi menyusuri pantai, tetapi menuju ke hulu sungai yang akhirnya tiba disuatu Desa Pandau.

Masyarakat Suku Dayak yang sudah lama berada di Desa Pandau dibawah kepemimpinan Demang Petinggi di Umpang akhirnya menerima kehadiran rombongan Pangeran Adipati Antakusuma.

Demang Petinggi sebagai Kepala Suku Dayak Arut menyerukan kepada rakyatnya agar menerima rombongan Pangeran Adipati Antakusuma ini yang mana akan kita jadikan Raja dari rakyat Dayak dengan syarat Raja harus perlakukan kita bukan sebagai hamba, tapi sebagai pembantu utama dan kawan yang terdekat atau sebagai saudara yan gbaik. Rakyat tidak akan menyembah sujud kehadapan Pangeran Adipati Antakusuma. Usulan ini ditimbang dan diterima baik oleh Pangeran dan seluruh rombongan.

Dari pihak Suku Dayak Arut, mengusulkan agar perjanjian ini bukan hanya dibibir saja, melainkan harus bermaterai darah manusia yang diambil seorang dari Suku Dayak Arut dan seoran dariantara rombongan Pangeran Adipati Antakusuma. Sukar ditelan dan diterima oleh pikiran manusia untuk persoalan janji saja. Tapi karena adat mendesak, maka masing-masing menarik salah seorang diantara kedua rombongan ini untuk dijadikan korban perjanjian.

Kedua orang calon korban ini tidak pernah menyangkal, malahan merasa bangga karena terpilih sebagai korban. Mereka menganggap kesatria dan pahlawan bangsa. Dengan rela mereka menjadi korban perjanjian setia antara kedua suku yang saling mengikat rasa kekeluargaan.
Sebelum kedua calon korban ini berdiri siap untuk dikorbankan, mereka mengadopsi sebuah batu yang harus ditancapkan ketanah sebagai bukti turun temurun saksi panjang masa. Dengan melakukan upacara adat yang khidmad keduacalon korban berdiri disamping batu saksi, yang sekarang terkenal dengan nama �BATU PETAHAN�, di Pandau daerah Kecamatan Arut Utara Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah.Calon korban dari pihak Suku Dayak berdiri menghadap ke hilir, mengibaratkan asal datangnya. Dengan sikap kepahlawanan, kedua calon korban ini menunggu saatnya diakhiri hidupnya dengan sabar sampai selesai upacara berjanji-janji antara kedua rombongan itu. Selesai upacara seumpah setia, Kepala Suku Dayak Arut mencabut mandaunya dan ditusukkan menembusi kedada korbannya. Darah memancur kencang,
Korban dari rombongan Pangeranpun ditusuk pula sehingga kedua darah korban ini memancur bersilang dan jatuh membasahi tanah. Pencampuran darah secara langsung dan disaksikan seluruh rakyat kedua pihak inilah yang telah dimaksud untuk mempersatukan rasa dan pikiran bersatu dalam segala rencana bersama.
Perjanjian ini selanjutnya dinamai "PANTAI DARAH JANJI SAMAYA" yang berarti perjanjian yang dikokohkan dengan tetesan darah yang bercampur menjadi satu.

MEMBANGUN KOTA KERAJAAN

Dengan tempat mengadakan korban ditinggalkan oleh mereka, kedua rombongan yang telah berpadu itu, mencari daerah yang paling baik untuk membangun kotanya. Mereka milir dari tempat korban mengikuti aliran sungai Arut, kemudian mudik Sei Lamandau. Dilingkungan daerah yang meyakinkan (Tanjung Pangkalan Batu), berhentilah rombongan dan untuk istirahat mereka membuat rumah diatas air yang biasa disebut orang setempat "LANTING". Rombongan dipimpin oleh Pangeran Adipati Antakusuma naik ke darat dan di daratan bertemu dengan Kiai Gede seorang Ulama yang berasal dari Demak dan sudah lebih dahulu tinggal disini untuk menyebarkan agama Islam. Dari lanting inilah rombongan mendarat setiap hari untuk membangun kota baru dan mencari nafkah sehari-hari. Sedang sibuknya rakyat kedua rombongan ini mengerjakan kota baru pusat kerajaan nanti, lahirlah puteri Pangeran Adipati Antakasuma, Pangeran menamainya "PUTERI LANTING" nama ini tercipta karena putri lahir kebetulan diatas lanting. Kerajaan kotawaringinyang didirikan tahun 1679 di daerah kotawaringin barat sekarang ini, merupakan satu-satunya kerajaan yang pernah ada di daerah Kalimantan Tengah.(Hasil Copy Paste, Mohon ijin bagi yang punya hak cipta, bukan untuk kepentingan komersil hanya untuk pengetahun...peace......)

Saturday 27 February 2010

Profil Kecamatan Arut Utara


Profil Kecamatan Arut Utara
Kecamatan Arut Utara adalah salah satu Kecamatan di wilayah administrasi Kab. Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan Tengah yang ber ibukota di Kelurahan Pangkut. Adapun wilayah Kecamatan Arut Utara Terbagi Menjadi 1 (satu) Kelurahan dan 10 (Sepuluh Desa) yaitu :
1. Kelurahan Pangkut, nama Lurah : Nasir, S.Pd

2. Desa Nanga Mua, nama Kades : Masdar

3. Desa Sukarami, nama Kades :

4. Desa Gandis, nama Kades :  

5. Desa Kerabu, nama Kades :  

6. Desa Penyombaan, nama Kades : Kamarul Zaman

7. Desa Sambi, nama Kades :  

8. Desa Sei. Dau, nama Kades : ACEN

9. Desa Pandau, nama Kades :  
10. Desa Riam, nama Kades :  

11. Desa Panahan, nama Kades : Amininsyah
Batas Wilayah :
Utara : Kab. Seruyan
Timur : Kab. Seruyan
Barat : Kab. Lamandau
Selatan : Kecamatan Pangkalan Banteng dan Kecamatan Arut Selatan



PEMERINTAHAN
Camat Arut Utara : TEGUH WINARNO, AP
Sekcam : Eko Sulistiono, S.STP
Kasi Bangkesra : Suriani
Kasi PMD : M. SYAMSUDIN, SST
Kasi Pem : HENDRI,S.STP
Kasi Trantib : SABAR
Kasi Pelayanan Umum, FAHLIANSYAH S.STP
Kasubbag Keuangan : RICHARDO P SIREGAR, S.STP
Kasubbag Umum : Buana
Kasubbag Perencanaan : JAKA SENTOSA, SE

KEPENDUDUKAN

Jumlah Penduduk Arut Utara pada pertengahan tahun 2012  adalah 16.218 jiwa dengan komposisi 9.317 laki-laki dan 6.901 perempuan. Jumlah rumah tangga sebanyak 4.493 rumahtangga.
Penduduk terbanyak terdapat di Kelurahan Pangkut yang merupakan ibukota kecamatan dan desa dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Sungai Dau.

Keragaman etnik terdapat di Kecamatan Arut Utara. Dayak Arut yang merupakan penduduk asli berbaur dengan suku jawa, sunda, batak, flores, ambon dan lainnya. Keragaman etnis yang paling banyak, terdapat di daerah afdeling perusahaan di Arut Utara. Di afdeling arus keluar masuk penduduk berlangsung cepat.

 Jumlah Penduduk per Desa/Kelurahan (Jiwa)

Desa/Kelurahan
Villages/Ward
Luas Wilayah
Area
Penduduk (orang)
Population
(people)
Kepadatan Penduduk (orang/km2)
Population Density (people/km2)
Km2
%
Jumlah
Amount
%
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1.    Nangamua
444
16.50
1999
12.33
4.50
2.    Pangkut
238
8.86
8915
54.97
37.46
3.    Sukarami
186
6.92
1170
7.21
6.29
4.    Gandis
289
10.70
495
3.05
1.71
5.    Kerabu
181
6.74
461
2.84
2.55
6.    Sambi
166
6.18
805
4.96
4.11
7.    Penyombaan
258
9.60
1193
7.36
4.62
8.    Pandau
330
12.20
357
2.20
1.08
9.    Riam
145
5.40
202
1.25
1.39
10.  Penahan
418
15.50
464
2.86
1.11
11.  Sungai Dau
30
1.12
157
0.97
5.23
Arut Utara
2685
100.00
16218
100.00
6.04