Thursday 4 March 2010

SEJARAH KERAJAAN KOTAWARINGIN




Menyusuri jejak-jejak sejarah Kerajaan Kotawaringin, terlebih dahulu kita harus mengetahui Kerajaan Banjar. Karena keturunan Raja Banjarlah yang mula pertama membangun Kerajaan Kotawaringin. Dengan kata lain pula bahwa Daerah Kerajaan Kotawaringin adalah dibawah kekuasaan Kerajaan Banjar pada mulanya.
"Sultan Musta'inbillah" Raja Kerajaan Banjar berputera empat orang dan seorang puteri masing-masing bernama :

1. Pangeran Adipati Tuha, ialah yang menjadi Raja di Kerajaan Banjar, bergelar Sultan Inayatullah.
2. Pangeran Adipati Anum
3. Pangeran Antasari ( Pahlawan Nasional )
4. Pangeran Adipati Anta Kusuma
5. Puteri Ratu Aju.

Karena masing-masing Putra Mahkota berminat untuk menjadi Sultan memegang tampak pimpinan kerajaan, membuat sang Ayah harus berpikir bijaksana.

Putera Mahkota yang berminat untuk menjadi Sultan, sedangkan dia bukan seorang putra tertua, maka diputuskan agar mencari wilayah baru untuk mendirikan kerajaan sendiri.

Pangeran Adipati Antakusuma yang memiliki keberanian dan semangat yang tinggi untuk menjadi seorang pimpinan, telah bertekad untuk pergi meninggalkan Kerajaan Banjar dengan tujuan kearah Barat untuk mencari tempat dimana akan didirikan kerajaan baru.

Dengan restu Ramanda dan Ibunda serta Pejabat-pejabat Kerajaan Banjar, Pangeran Adipati Antakusuma beserta sejumlah pengawal dan beberapa perangkat peralatan kerajaan dengan perahu layar bertolak menuju arah Barat.

Dalam perjalanan banyak tempat yang disinggahi antara lain Teluk Sebangau, Pagatan Mendawai, Sampit dan Pambuang.
Diriwayatkan bahwa tempat-tempat yang disinggahi mempunyai cerita sendiri.

Pada saat singgah di Teluk Sebangau, setelah beberapa hari berada disitu, terasa masih terlalu dekat, seakan masih terdengar hiruk pikuk Kerajaan Banjar atau menurut bahasa Banjar Ingauan Banjar masih kedengaran, sehingga akhirnya diputuskan untuk meninggalkan tempat tersebut dan akhirnya tempat itu diberi nama Sebangau.

Dalam perjalanan selanjutnya bahtera Pangeran Adipati singgah di Pagatan Mendawai. Ditempat inipun Pangeran Adipati dan rombongan merasa kurang yakin akan kondisi alam sekitarnya untuk dijadikan tempat mendirikan kerajaan.
Karena merasa kurang yakin (dalam bahasa Banjar Hawai) maka daerah tersebut diberi nama Mendawai.
Begitu pula saat singgah di muara sungai Sampit, karena dengan terasa sempit dan tidak cocok untuk tempat didirikan kerajaan, maka ditinggalkan lagi dan akhirnya tempat tersebut bernama Sampit.
Bahtera Pangeran Adipati berlayar terus meninggalkan kearah Barat dan akhirnya singgah di Kuala Pembuang.

Pada saat itu ada masyarakat disana, tetapi kehadiran Pangeran Adipati Antakusuma dan rombongan yang bermaksud untuk mendirikan kerajaan baru ditolak oleh masyarakat disana, karena mereka masih suka dipimpin oleh kerajaan Banjar.
Dengan semangat yang tinggi tanpa putus asa rombongan berusaha melanjutkan perjalanan, kali ini perjalanan tidak lagi menyusuri pantai, tetapi menuju ke hulu sungai yang akhirnya tiba disuatu Desa Pandau.

Masyarakat Suku Dayak yang sudah lama berada di Desa Pandau dibawah kepemimpinan Demang Petinggi di Umpang akhirnya menerima kehadiran rombongan Pangeran Adipati Antakusuma.

Demang Petinggi sebagai Kepala Suku Dayak Arut menyerukan kepada rakyatnya agar menerima rombongan Pangeran Adipati Antakusuma ini yang mana akan kita jadikan Raja dari rakyat Dayak dengan syarat Raja harus perlakukan kita bukan sebagai hamba, tapi sebagai pembantu utama dan kawan yang terdekat atau sebagai saudara yan gbaik. Rakyat tidak akan menyembah sujud kehadapan Pangeran Adipati Antakusuma. Usulan ini ditimbang dan diterima baik oleh Pangeran dan seluruh rombongan.

Dari pihak Suku Dayak Arut, mengusulkan agar perjanjian ini bukan hanya dibibir saja, melainkan harus bermaterai darah manusia yang diambil seorang dari Suku Dayak Arut dan seoran dariantara rombongan Pangeran Adipati Antakusuma. Sukar ditelan dan diterima oleh pikiran manusia untuk persoalan janji saja. Tapi karena adat mendesak, maka masing-masing menarik salah seorang diantara kedua rombongan ini untuk dijadikan korban perjanjian.

Kedua orang calon korban ini tidak pernah menyangkal, malahan merasa bangga karena terpilih sebagai korban. Mereka menganggap kesatria dan pahlawan bangsa. Dengan rela mereka menjadi korban perjanjian setia antara kedua suku yang saling mengikat rasa kekeluargaan.
Sebelum kedua calon korban ini berdiri siap untuk dikorbankan, mereka mengadopsi sebuah batu yang harus ditancapkan ketanah sebagai bukti turun temurun saksi panjang masa. Dengan melakukan upacara adat yang khidmad keduacalon korban berdiri disamping batu saksi, yang sekarang terkenal dengan nama �BATU PETAHAN�, di Pandau daerah Kecamatan Arut Utara Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah.Calon korban dari pihak Suku Dayak berdiri menghadap ke hilir, mengibaratkan asal datangnya. Dengan sikap kepahlawanan, kedua calon korban ini menunggu saatnya diakhiri hidupnya dengan sabar sampai selesai upacara berjanji-janji antara kedua rombongan itu. Selesai upacara seumpah setia, Kepala Suku Dayak Arut mencabut mandaunya dan ditusukkan menembusi kedada korbannya. Darah memancur kencang,
Korban dari rombongan Pangeranpun ditusuk pula sehingga kedua darah korban ini memancur bersilang dan jatuh membasahi tanah. Pencampuran darah secara langsung dan disaksikan seluruh rakyat kedua pihak inilah yang telah dimaksud untuk mempersatukan rasa dan pikiran bersatu dalam segala rencana bersama.
Perjanjian ini selanjutnya dinamai "PANTAI DARAH JANJI SAMAYA" yang berarti perjanjian yang dikokohkan dengan tetesan darah yang bercampur menjadi satu.

MEMBANGUN KOTA KERAJAAN

Dengan tempat mengadakan korban ditinggalkan oleh mereka, kedua rombongan yang telah berpadu itu, mencari daerah yang paling baik untuk membangun kotanya. Mereka milir dari tempat korban mengikuti aliran sungai Arut, kemudian mudik Sei Lamandau. Dilingkungan daerah yang meyakinkan (Tanjung Pangkalan Batu), berhentilah rombongan dan untuk istirahat mereka membuat rumah diatas air yang biasa disebut orang setempat "LANTING". Rombongan dipimpin oleh Pangeran Adipati Antakusuma naik ke darat dan di daratan bertemu dengan Kiai Gede seorang Ulama yang berasal dari Demak dan sudah lebih dahulu tinggal disini untuk menyebarkan agama Islam. Dari lanting inilah rombongan mendarat setiap hari untuk membangun kota baru dan mencari nafkah sehari-hari. Sedang sibuknya rakyat kedua rombongan ini mengerjakan kota baru pusat kerajaan nanti, lahirlah puteri Pangeran Adipati Antakasuma, Pangeran menamainya "PUTERI LANTING" nama ini tercipta karena putri lahir kebetulan diatas lanting. Kerajaan kotawaringinyang didirikan tahun 1679 di daerah kotawaringin barat sekarang ini, merupakan satu-satunya kerajaan yang pernah ada di daerah Kalimantan Tengah.(Hasil Copy Paste, Mohon ijin bagi yang punya hak cipta, bukan untuk kepentingan komersil hanya untuk pengetahun...peace......)